Jarum Kering untuk Nyeri Leher: Apakah Efektif?

Nyeri leher adalah salah satu keluhan kesehatan yang sering dialami oleh banyak orang. Nyeri leher bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti postur tubuh yang buruk, stres, atau cedera. Salah satu penyebab yang diduga adalah adanya titik-titik nyeri di otot-otot leher yang disebut titik pemicu miofasial (MTrPs). MTrPs adalah area kecil di otot yang sangat sensitif terhadap tekanan dan bisa menimbulkan nyeri lokal maupun nyeri yang menjalar ke area lain.

Salah satu cara untuk mengobati MTrPs adalah dengan menggunakan jarum kering (dry needling). Jarum kering adalah teknik yang menggunakan jarum steril untuk menusuk otot di tempat MTrPs berada. Tujuannya adalah untuk merangsang otot agar berkontraksi dan kemudian rileks, sehingga mengurangi ketegangan dan nyeri. Jarum kering juga diyakini bisa mempengaruhi sistem saraf pusat, yaitu bagian dari sistem saraf yang terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang. Sistem saraf pusat berperan dalam mengatur sensitivitas dan modulasi nyeri, yaitu kemampuan tubuh untuk merasakan dan mengendalikan nyeri.

Namun, apakah jarum kering benar-benar efektif untuk mengobati nyeri leher? Apakah jarum kering bisa memperbaiki sensitivitas dan modulasi nyeri pada pasien dengan nyeri leher idiopatik kronis (CINP), yaitu nyeri leher yang tidak diketahui penyebabnya dan berlangsung lebih dari tiga bulan? Inilah yang diteliti oleh sekelompok peneliti dari Belgia, Belanda, dan Spanyol dalam sebuah studi terbaru yang dipublikasikan di jurnal Brazilian Journal of Physical Therapy.

Brazilian Journal of Physical Therapy merupakan jurnal ilmiah yang berfokus pada bidang fisioterapi dan rehabilitasi. Jurnal ini terbit enam kali dalam setahun dan memiliki faktor dampak sebesar 2.024 pada tahun 2020. Faktor dampak adalah ukuran yang menggambarkan seberapa sering artikel-artikel dalam suatu jurnal dikutip oleh jurnal-jurnal lain dalam periode tertentu. Jurnal ini juga terindeks di berbagai basis data ilmiah, seperti PubMed, Scopus, Web of Science, dan SciELO. Jurnal ini menerapkan proses peer-review yang ketat untuk menjamin kualitas artikel-artikel yang diterbitkan.

Studi Jarum Kering vs Jarum Palsu

Peneliti merekrut 40 pasien dengan CINP yang memiliki MTrPs di otot trapezius atas, yaitu otot yang terletak di antara leher dan bahu. Pasien dibagi menjadi dua kelompok secara acak: kelompok jarum kering dan kelompok jarum palsu (sham needling). Kedua kelompok menerima intervensi pada MTrPs di kedua sisi otot trapezius atas. Kelompok jarum kering menerima jarum steril yang menusuk otot hingga mencapai MTrPs aktif atau laten. Kelompok jarum palsu menerima jarum steril yang tidak menusuk otot tetapi hanya menempel pada kulit di atas MTrPs aktif atau laten.

Peneliti mengukur ambang nyeri tekan lokal dan jauh pada pasien sebelum dan sesudah intervensi. Ambang nyeri tekan adalah tekanan minimum yang bisa menimbulkan rasa sakit pada seseorang. Ambang nyeri tekan lokal diukur di tempat MTrPs berada, sedangkan ambang nyeri tekan jauh diukur di tempat yang jauh dari MTrPs, yaitu di lengan kanan. Peneliti menggunakan alat algometer untuk mengukur ambang nyeri tekan dengan cara menekan alat tersebut pada kulit pasien hingga pasien merasakan sakit.

Peneliti juga mengukur modulasi nyeri terkondisi pada pasien sebelum dan sesudah intervensi. Modulasi nyeri terkondisi adalah kemampuan tubuh untuk mengurangi rasa sakit dengan cara merasakan rasa sakit lain yang lebih kuat. Peneliti menggunakan paradigma cold pressor test untuk mengukur modulasi nyeri terkondisi dengan cara menyuruh pasien memasukkan tangan kirinya ke dalam air es selama satu menit atau hingga tidak tahan lagi. Sementara itu, peneliti menekan alat algometer pada lengan kanan pasien hingga pasien merasakan sakit. Peneliti mengukur perbedaan ambang nyeri tekan sebelum dan sesudah cold pressor test untuk mengetahui seberapa besar modulasi nyeri terkondisi yang terjadi.

Hasil dan Kesimpulan

Hasil studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok jarum kering dan kelompok jarum palsu dalam hal perubahan ambang nyeri tekan lokal dan jauh maupun modulasi nyeri terkondisi setelah intervensi. Kedua kelompok gagal menunjukkan efek yang bermakna pada ukuran hasil utama, yaitu ambang nyeri tekan jauh. Hal ini menunjukkan bahwa jarum kering tidak lebih baik daripada jarum palsu dalam mengurangi sensitivitas nyeri sentral pada pasien dengan CINP.

Namun, kelompok jarum kering menunjukkan modulasi nyeri terkondisi yang lebih baik setelah intervensi dibandingkan dengan kelompok jarum palsu. Hal ini menunjukkan bahwa jarum kering mampu meningkatkan kemampuan tubuh untuk mengendalikan nyeri dengan cara merasakan nyeri lain yang lebih kuat. Peneliti menduga bahwa hal ini terjadi karena jarum kering merangsang reseptor nyeri di otot yang bisa mengaktifkan mekanisme penghambatan nyeri di otak dan sumsum tulang belakang.

Peneliti menyimpulkan bahwa jarum kering tidak lebih unggul daripada jarum palsu untuk pengobatan nyeri leher yang diduga disebabkan oleh MTrPs pada pasien dengan CINP. Peneliti juga menyimpulkan bahwa jarum kering dan jarum palsu sama-sama tidak efektif dalam memperbaiki sensitivitas nyeri sentral pada pasien dengan CINP. Namun, jarum kering bisa meningkatkan modulasi nyeri terkondisi pada pasien dengan CINP.

Manfaat dan Keterbatasan

Studi ini memiliki beberapa manfaat dan keterbatasan. Manfaatnya adalah menggunakan desain uji klinis acak tunggal buta yang bisa mengurangi bias dan meningkatkan validitas internal. Studi ini juga menggunakan alat-alat yang valid dan reliabel untuk mengukur variabel-variabel penelitian. Selain itu, studi ini menggunakan paradigma cold pressor test sebagai stimulus kondisional yang merupakan salah satu metode yang paling sering digunakan untuk mengukur modulasi nyeri terkondisi.

Keterbatasannya adalah ukuran sampel yang kecil dan durasi pengukuran yang pendek. Studi ini hanya mengukur efek segera dari intervensi dan tidak mengevaluasi efek jangka panjangnya. Studi ini juga tidak mengontrol faktor-faktor konfounding lainnya yang bisa mempengaruhi hasil penelitian, seperti harapan pasien, efek plasebo, atau pengobatan lain yang diterima pasien.

Saran dan Implikasi

Studi ini memberikan beberapa saran dan implikasi bagi praktisi fisioterapi, masyarakat, dan stakeholder. Praktisi fisioterapi yang menggunakan jarum kering sebagai salah satu intervensi untuk mengobati CINP harus mempertimbangkan hasil studi ini dan mengevaluasi manfaat dan risiko dari jarum kering. Praktisi juga harus memberikan informasi yang jelas dan transparan kepada pasien tentang tujuan, prosedur, dan efek samping dari jarum kering.

Masyarakat yang menderita CINP harus menyadari bahwa jarum kering mungkin tidak memberikan hasil yang diharapkan dalam mengurangi nyeri leher mereka. Masyarakat juga harus mencari informasi yang akurat dan terpercaya tentang jarum kering sebelum memutuskan untuk menjalani intervensi tersebut.

Stakeholder yang terlibat dalam pengembangan dan implementasi kebijakan kesehatan harus mempertimbangkan hasil studi ini dan meninjau kelayakan dan keterjangkauan dari jarum kering sebagai salah satu pilihan pengobatan untuk CINP.

Studi ini juga memberikan saran bagi penelitian lebih lanjut. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengeksplorasi mekanisme neurofisiologis sentral dari jarum kering pada pasien dengan CINP dengan menggunakan metode-metode yang lebih sensitif dan akurat, seperti neuroimaging atau neurophysiological testing. Penelitian lebih lanjut juga diperlukan untuk mengevaluasi efek jangka panjang dari jarum kering pada pasien dengan CINP dengan menggunakan ukuran sampel yang lebih besar dan durasi pengukuran yang lebih lama. Selain itu, penelitian lebih lanjut harus mengontrol faktor-faktor konfounding lainnya yang bisa mempengaruhi hasil penelitian, seperti harapan pasien, efek plasebo, atau pengobatan lain yang diterima pasien.

Penutup

Jarum kering adalah salah satu teknik yang digunakan untuk mengobati nyeri leher yang diduga disebabkan oleh MTrPs. Namun, studi terbaru menunjukkan bahwa jarum kering tidak lebih efektif daripada jarum palsu dalam mengurangi sensitivitas nyeri sentral dan memperbaiki modulasi nyeri terkondisi pada pasien dengan CINP. Studi ini memiliki beberapa manfaat dan keterbatasan yang perlu dipertimbangkan. Studi ini juga memberikan beberapa saran dan implikasi bagi praktisi fisioterapi, masyarakat, stakeholder, dan peneliti lebih lanjut. Studi ini dipublikasikan di jurnal Brazilian Journal of Physical Therapy, yang merupakan jurnal ilmiah yang berfokus pada bidang fisioterapi dan rehabilitasi.

Seorang blogger yang gemar membaca dan menulis tentang apa saja untuk siapa saja ;-)